Komunikasi Politik dan Transparansi Informasi
Media Massa, Keterbukaan Informasi dan Kekuasaan Negara
Dr. Eko Harry Susanto
Disampaikan dalam Call For Paper Theme: “Communication and Culture in Southeast Asian Region: Evolution, Development, Challenges” Pangeran Beach Hotel. 26 – 27 November 2013
Abstrak
Reformasi politik tahun 1998 menuntut media massa harus mengedepankan nilai – nilai demokratis dan bebas dari tekanan pihak manapun. Untuk membangun media yang independen diperlukan transparansi informasi dari kekuasaan negara. Hubungan integrative untuk mengedepankan perlunya transparansi informasi memerlukan proses panjang meskipun sejumlah regulasi pers dan media sudah ditetapkan dan mengamantakan agar media massa dan pemerintah menjalankan. Hambatan yang muncul dalam menjunjung tinggi keterbukaan informasi, terletak pada dua kutub. Media dengan segala keterbatasan fondasi profesionalisme cenderung tidak transparan dan independen. Sedangkan kekuasaan negara yang menikmati hak istimewa memanfaatkan media sebagai instrument politik dan perilaku komunikasi paternalistik tetap melembaga.
Kata kunci : Media Massa, transparansi informasi, komunikasi paternalistik
I.Pendahuluan
Kemerdekaan berekspesi dan jargon demokratisasi yang disuarakan para elite dalam kekuasaan negara mewarnai dinamika media massa di era reformasi politik. Namun substansi kebebasan berekspresi yang berkaitan dengan tarnsparansi informasi, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh media massa. Sebab budaya ketertutupan masih mendominasi karakter para pejabat publik yang seharusnya justru mengedepankan keterbukaan dalam memberikan informasi kepada media massa.
Tanpa independensi, media kehilangan rohnya. Independensi tidak datang dari deklarasi atau klaim yang dipidatokan terus nmenerus. Kemandirian harus diterapkan dan diuji coba dalam praktek sehari – hari”. (Majalah Tempo, 30 Juni 2013).
II. Legalitas Independensi Media Massa
Hakikatnya UU Pers maupun UU Penyiaran yang memiliki semangat kemerdekaan berkomunikasi tersebut, berupaya untuk mengatur kebebasan informasi yang melekat pada fungsi media dalam kaitannya dengan mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi, fungsi-fungsi sosial media, pengaturan organisasi media dan relasi antara media dengan masyarakat maupun negara dalam bingkai demokratisasi sejalan dengan tuntutan reformasi politik di Indonesia.
Melalui peraturan pers dan penyiaran yang mengarah untuk menempatkan media pada posisi independen, demokratis dan transparan, maka elite di tubuh kekuasaan pemerintah dengan segala otoritas yang dimiliki, harus memposisikan media sebagai institusi bebas yang tidak bisa dipakai instrumen politik dalam menjalankan kekuasaan dan sesuai ketentuan wajib memberikan informasi yang dibutuhkan oleh media.
Dalam perkembangannya, teori Pers Bebas ini sudah tidak sejalan dengan perkembangan kebebasan komunikasi, karena tidak terlalu banyak membahas mengenai informasi dan isu – isu kemerdekaan yang muncul dalam kondisi terbaru dari masyarakat, termasuk akses, kerahasiaan, privasi, hak properti dan lian – lain. Dalam kajian baru, teori pers bebas ini lebih mengarah kepada Model Pluralis Liberal atau pasar ( Liberal pluralist or market model) yang lebih berfokus kepada kepentingan publik dalam pasar bebas ide. (McQuail, 2005 :185)
III.Regulasi Transparansi Informasi
Media dalam memperoleh informasi dari badan publik tersebut, menjadi salah satu pendorong ditetapkannya Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Melalui peraturan yang memiliki semangat membangun masyarakat informasi Indonesia yang sejahtera ini, badan publik wajib memberikan informasi publik yang transparan kepada media massa menyangkut kinerja dan pertanggungjawabannya kepada rakyat.
Dalam aspek regulasi, kebebasan komunikasi dan informasi yang terdapat dalam UU KIP, sesuai dengan UUD 1945 pasal 28F yang menyebutkan, : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, meperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
IV. Kekuasaan Paternalistik dan Kecenderungan Menutup Diri
Ketertutupan menyulitkan media massa untuk memperoleh informasi kinerja pemerintah yang menjadi tanggungjawabnya. Menurut Manan (2013: 24), media bukan sebatas menyalurkan informasi dan opini dari kekuasaan negara saja, tetapi ada berbagai fungsi negara yang dijalankan pers atau media, yaitu (1) media menjadi kunci penting kelancaran komunikasui penyelenggara negara dengan public, (2) Fungsi pers sebagai pembentuk opini berpengaruh menetukan perjalanan pengelolaan negara, (3) media sebagai sumber gagasan , sebagai pencipta atau penyalur gagasan yang mendorong perubahan. (4) Pers dan media menjadi indikator penting kedewasaan demokrasi, (5) Sebagai pengontrol atau penyalur control public yang bersifat control social (6) pers atau media sebagai pendidik, pengembangan social responsibility, social commitment dan lain – lain.
V.Penutup
Media mempunyai posisi strategis dalam mendukung jalannya demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun untuk membangun karakter media yang independen, transparan dan bebas dari kepentingan politik maupun bisnis, bukan pekerjaan yang mudah. Sebab dibutuhkan proses panjang dan niat politik dari kekuasaan negara yang sudah terlampau lama menjadikan media sebagai instrument politik.
Daftar Pustaka
Anokwa, Kwadwo, Carolyn A. Lin and Michael B. Salwen.2003. International Communication : Concepts and Cases, Wadsworth Publishing
Blake , Reed H and Edwin O. Haroldsen. 2003. A Taxonomy of Concept in Communication, New York : hasting House Publisher.
Biagi, Shieley .2005.Media/ Impact : An Introduction to Mass Media. Seventh Edition, United States : Thomson – Wadsworth.
Hamijoyo, Santoso S.2003.” Aplikasi Model Komunikasi Dari Perubahan Sikap Dalam Riset Pembangunan Masyarakat Pedesaan “ Reinterpretasi Beberapa Data, Bandung : IKIP.
Jayaweera, Neville and Sarath Amunugama. ed.. 1987. Rethinking Development Communication : The Asia Mass Communication. Singapore : Kefford Press Pte Ltd.
Johnson, John W. 2003. “ Peran Media Bebas” dalam Demokrasi, Jakarta : USISINFO State Goverment.
Kompas.2006. Kebebasan Pers, 12 September 2006
———-.2013. Kebebasan Pers: Pemerintah Dahulukan Keamanan Nasional, tanggal 16 Mei 2013
Majalah Tempo. 2013. “ Surat Dari Redaksi “Menjaga Independensi”, Jakarta : Majalah Tempo 30 Juni 2013
Manan, Bagir.2013. Politik Publik Pers, Cetakan Pertma, Jakarta : diterbitkan oleh Dewan Pers
McQuail, Denis McQuail .1987. Mass Communication Theory : An Introduction, second edition, London : Sage Publication.
McQuail, Denis McQuail. 2005. McQuail’s Mass Communication Theory, fifth Edition, London : Sage Publications.
Melvin I. Urofsky .2001. “ Naskah Pertama, Pendahuluan : Prinsip – Prinsip Dasar Demokrasi” dalam Demokrasi, USIS : Jakarta.
Susanto, Eko Harry. 2007. Keterbukaan Informasi dan FOIA, Jakarta: Media Indonesia, 17 Oktober
Susanto, Eko Harry. 2010. Komunikasi Manusia: Esensi dan Aplikasi Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Politik, Jakarta : Mitra Wacana Media.
Susanto, Eko Harry. 2013. Komunikasi Politik : Pesan, Kepemimpinan, dan Khalayak, Jakarta : Mitra Wacana Media
Tempo, Majalah.2013. Kicau Yudhoyono Bukan Solusi, tanggal 5 Mei 2013
Tim SET.2009. 20 Pertanyaan tentang UU KIP untuk Wartawan, Jakarta : Penerbit : Kerjasama Yayasan Sain Estetika dan Teknologin (SET), USAID dan DRSP
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dalam “ Hukum Jurnalistik”, Jakarta : Seri Pustaka Yustisia
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor . 32 Tahun 2002, Tentang Penyiaran, Jakarta : Penerbit Utama.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jakarta : Penerbit Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Tags: KOMUNIKASI DAN REGULASI INFORMASI
You can comment below, or link to this permanent URL from your own site.
Leave a Reply